Magang ke Jepang demi Perubahan Nasib Keluarga
KOMPAS.com — Pada Jumat pagi di pertengahan Februari lalu, Yuliawati (17) dan Purweni (17), dua siswa kelas III Sekolah Menengah Kejuruan Perikanan dan Kelautan Puger, Jember, Jawa Timur, terlihat harap-harap cemas di halaman sekolah mereka.
Keduanya baru saja mengikuti tes kompetensi dan tengah menunggu pengumuman hasilnya untuk bisa magang serayabekerja di sebuah perusahaan pengolahan ikan di Jepang.
Mereka merupakan dua dari 32 siswa di sekolah perikanan dan kelautan yang mengikuti uji kompetensi tersebut. Nantinya, siswa-siswa yang lulus ujian kompetensi itu bisa magang sambil bekerja selama tiga tahun di perusahaan perikanan di negara itu.
Tak boleh bertato
Meski demikian, tak mudah untuk bisa magang di perusahaan di Jepang. Sebab, guru pengujinya tak tanggung-tanggung datang dari Jepang. Dialah Nobuhiro Machida, konsultan yang datang langsung dari rekanan perusahaan di Jepang, Tee Key Corporation Jepang. Nobuhiro juga akan menguji semua calon peserta magang di sekolah menengah kejuruan (SMK) perikanan dan kelautan di Indonesia.
Untuk calon peserta putri, menurut Yuliawati, selain mengikuti tes fisik, seperti angkat barbel, juga diukur tinggi dan berat badan setiap peserta.
”Mata kami juga diperiksa agar jangan sampai ada yang buta warna. Tangan kami juga diperiksa dan jangan sampai ada tato ataupun bekas tato,” ujar putri pasangan Sujarno dan Sumiati itu, yang tinggal di Desa Sidodadi, Kecamatan Tempurejo.
Yuliawati, juga Purweni, senang-senang saja mengikuti tes-tes itu. Buat mereka, yang penting asalkan nanti mereka bisa mengubah kehidupan keluarga lebih baik jika bisa diterima magang bekerja di perusahaan Jepang tersebut.
”Tetangga saya yang lulus sekolah, dan kemudian ikut magang ke Jepang, pulangnya bisa bantu orangtuanya,” kata Yuliawati menceritakan nasib baik rekannya yang pernah magang di Jepang.
Sebagai anak petani, yang kini menjadi buruh tani karena sawah mereka telah dijual, Yuliawati bertekad bisa lulus dari uji kompetensi itu dan akhirnya magang sambil bekerja di Negeri Sakura. ”Saya juga ingin mengubah nasib keluarga saya agar bisa lebih baik dari sekarang ini,” lanjutnya.
Demikian juga Purweni. Keluarga dekatnya, yang pernah lulus dari SMK Perikanan dan Kelautan Puger, akhirnya bisa membantu ekonomi orangtuanya sepulangnya magang di Jepang. ”Pulang dari Jepang, keluarga saya bisa membelikan rumah orangtuanya,” kata Purweni, yang tinggal di Desa Tanjungsari, Kecamatan Umbulsari.
Belajar bahasa dan budaya
Sementara itu, menurut Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan Imam Suyono, mereka yang sudah lulus uji kompetensi dapat mengikuti pendidikan di Jakarta selama empat bulan. Tujuannya, untuk belajar bahasa dan budaya Jepang serta pendidikan kemampuan.
”Di Jepang, mereka nanti mengikuti pelatihan lagi, antara lain bahasa dan budaya setempat serta pendidikan kompetensi,” katanya, tak merinci.
Imam menambahkan, sekolah tak pernah memaksa siswa mengikut uji kompetensi magang di Jepang meskipun upah yang diterimanya selama tiga tahun bisa mencapai sekitar Rp 290 juta.
Peserta magang ke Jepang juga memperoleh kemudahan melanjutkan kuliah di berbagai perguruan tinggi yang menjalin kerja sama dengan Jepang.
Adapun Kepala SMK Perikanan dan Kelautan Puger H Kuntjoro Dhiya’uddin mengatakan, sejak sekolah tersebut didirikan, tercatat lebih dari 50 lulusan mereka yang magang di jepang.
”Mereka yang pulang magang langsung bisa diterima jadi mahasiswa semester III di fakultas perikanan, baik dengan program beasiswa maupun biaya sendiri, jika mereka ingin melanjutkan kuliah lagi,” kata Kuntjoro.
Namun, tentu, asalkan mereka tetap punya semangat belajar setelah pulang dari negeri orang. (SYAMSUL HADI)
Demikian Artikel tentang Magang ke Jepang demi Perubahan Nasib Keluarga semoga bermanfaat, Baca juga artikel
Website penting:
Sumber :Kompas Cetak
Editor :Kistyarini
Magang ke Jepang demi Perubahan Nasib Keluarga
KOMPAS.com — Pada Jumat pagi di pertengahan Februari lalu, Yuliawati (17) dan Purweni (17), dua siswa kelas III Sekolah Menengah Kejuruan Perikanan dan Kelautan Puger, Jember, Jawa Timur, terlihat harap-harap cemas di halaman sekolah mereka.
Keduanya baru saja mengikuti tes kompetensi dan tengah menunggu pengumuman hasilnya untuk bisa magang serayabekerja di sebuah perusahaan pengolahan ikan di Jepang.
Mereka merupakan dua dari 32 siswa di sekolah perikanan dan kelautan yang mengikuti uji kompetensi tersebut. Nantinya, siswa-siswa yang lulus ujian kompetensi itu bisa magang sambil bekerja selama tiga tahun di perusahaan perikanan di negara itu.
Tak boleh bertato
Meski demikian, tak mudah untuk bisa magang di perusahaan di Jepang. Sebab, guru pengujinya tak tanggung-tanggung datang dari Jepang. Dialah Nobuhiro Machida, konsultan yang datang langsung dari rekanan perusahaan di Jepang, Tee Key Corporation Jepang. Nobuhiro juga akan menguji semua calon peserta magang di sekolah menengah kejuruan (SMK) perikanan dan kelautan di Indonesia.
Untuk calon peserta putri, menurut Yuliawati, selain mengikuti tes fisik, seperti angkat barbel, juga diukur tinggi dan berat badan setiap peserta.
”Mata kami juga diperiksa agar jangan sampai ada yang buta warna. Tangan kami juga diperiksa dan jangan sampai ada tato ataupun bekas tato,” ujar putri pasangan Sujarno dan Sumiati itu, yang tinggal di Desa Sidodadi, Kecamatan Tempurejo.
Yuliawati, juga Purweni, senang-senang saja mengikuti tes-tes itu. Buat mereka, yang penting asalkan nanti mereka bisa mengubah kehidupan keluarga lebih baik jika bisa diterima magang bekerja di perusahaan Jepang tersebut.
”Tetangga saya yang lulus sekolah, dan kemudian ikut magang ke Jepang, pulangnya bisa bantu orangtuanya,” kata Yuliawati menceritakan nasib baik rekannya yang pernah magang di Jepang.
Sebagai anak petani, yang kini menjadi buruh tani karena sawah mereka telah dijual, Yuliawati bertekad bisa lulus dari uji kompetensi itu dan akhirnya magang sambil bekerja di Negeri Sakura. ”Saya juga ingin mengubah nasib keluarga saya agar bisa lebih baik dari sekarang ini,” lanjutnya.
Demikian juga Purweni. Keluarga dekatnya, yang pernah lulus dari SMK Perikanan dan Kelautan Puger, akhirnya bisa membantu ekonomi orangtuanya sepulangnya magang di Jepang. ”Pulang dari Jepang, keluarga saya bisa membelikan rumah orangtuanya,” kata Purweni, yang tinggal di Desa Tanjungsari, Kecamatan Umbulsari.
Belajar bahasa dan budaya
Sementara itu, menurut Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan Imam Suyono, mereka yang sudah lulus uji kompetensi dapat mengikuti pendidikan di Jakarta selama empat bulan. Tujuannya, untuk belajar bahasa dan budaya Jepang serta pendidikan kemampuan.
”Di Jepang, mereka nanti mengikuti pelatihan lagi, antara lain bahasa dan budaya setempat serta pendidikan kompetensi,” katanya, tak merinci.
Imam menambahkan, sekolah tak pernah memaksa siswa mengikut uji kompetensi magang di Jepang meskipun upah yang diterimanya selama tiga tahun bisa mencapai sekitar Rp 290 juta.
Peserta magang ke Jepang juga memperoleh kemudahan melanjutkan kuliah di berbagai perguruan tinggi yang menjalin kerja sama dengan Jepang.
Adapun Kepala SMK Perikanan dan Kelautan Puger H Kuntjoro Dhiya’uddin mengatakan, sejak sekolah tersebut didirikan, tercatat lebih dari 50 lulusan mereka yang magang di jepang.
”Mereka yang pulang magang langsung bisa diterima jadi mahasiswa semester III di fakultas perikanan, baik dengan program beasiswa maupun biaya sendiri, jika mereka ingin melanjutkan kuliah lagi,” kata Kuntjoro.
Namun, tentu, asalkan mereka tetap punya semangat belajar setelah pulang dari negeri orang. (SYAMSUL HADI)
Demikian Artikel tentang Magang ke Jepang demi Perubahan Nasib Keluarga semoga bermanfaat, Baca juga artikel
Website penting:
Sumber :Kompas Cetak
Editor :Kistyarini